Perempuan Banjar

Prof Dr M Quraish Shihab dalam karyanya Membumikan Alquran menyatakan, pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan telah dikikis oleh Alquran. Menurut Quraish, Islam membenarkan perempuan melakukan segala aktivitas di dalam/luar rumah. Asalkan pekerjaan itu dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dapat memelihara agamanya serta menghindari dampak negatif dari pekerjaan dan lingkungannya.



Sejak zaman perjuangan Peran wanita/ perempuan di Kerajaan Banjar mendapat tempat terhormat dan tidak ada diskriminasi hingga sekarang.
Ada banyak pejuang wanita di Kerajaan Banjar dalam melawan pemerintahan kolonial Belanda di Tanah Banjar. Diantaranya Ratu Zaleha puteri Sultan Muhammad Seman melanjutkan perjuangan ayahnya dalam melawan penjajahan Belanda atas Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya dalam sebuah pertempuran sengit ia ditawan dan dibuang ke Bogor.

Selain Ratu Zaleha juga ada Angka Waya yang mendampingi Pangeran Antasari berperang di sepanjang sungai Barito. Kemudian ada wanita pejuang yang gagah memakai nama laki- laki ,yakni Kiai Cakrawati ( memakai nama mendiang suaminya) yang berjuang dan bertempur mempertahankan benteng pematon ,benteng Madang dikandangan.

Di Amuntai atau tepatnya di Sungai Malang ada empat wanita tangguh yang rela mengorbankan nyawanya demi perang melawan kolonial Belanda. Mereka adalah Aisyah, Hadijah, Kalimah dan Bulan. Dalam pertempuran tersebut selain mereka gugur dalam pertempuran juga ikut terbunuh perwira Belanda Letnan Van Emde dan melukai perwira lainnya letnan Verspyck.

Source: Pustaka Agung Kesultanan Banjar ( Ir. HM Said) dan Membumikan AlQuran (Quraish Shihab)