Masa Jabatan Menteri Dan Setingkatnya

Prof. Natabaya dalam kesaksiannya mengutip teori Prof JHA Logemann, ahli hukum Belanda yang pernah menjadi guru besar Rechts Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia zaman dulu. Dalam pandangan hukum tatanegara dan administrasi negara, negara kata Logemann sungguhnya adalah “ambt organisatie” atau “organisasi jabatan. Jabatan adalah abstrak dan diatur di dala hukum yang berlaku. Karena abstrak, jabatan tidak dapat berbuat apa-apa melainkan dilakukan oleh “ambtsdragen” atau pemangku jabatan, atau “pejabat” dalam istilah sekarang. Jabatan adalah abadi, sementara pejabat silih berganti.
Pejabat dalam struktur ketatanegaraan dan administrasi negara, kata Logemaan, terikat kepada “termijn”, yakni jangka waktu tertentu yang menegaskan berapa lama pejabat itu memangku jabatannya. Kejaksaan adalah organ hukum tatanegara dan sekaligus organ hukum administrasi negara dalam ranah eksekutif. Dalam negara hukum dan demokrasi, tidak dapat dibenarkan adanya jabatan eksekutif tanpa batas waktu. Prof. Natabaya, menafsirkan bahwa karena dalam praktek, dan juga konsideran Kepperes 187/M Th 2004 dan Keppres 31/P Th 2007 dengan jelas menyebutkan masa bakti kabinet adalah tahun 2004 – 2009, maka jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang diangkat menjadi “Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu” dengan “kedudukan setingkat menteri negara”, maka jabatan Hendarman terang benderang berakhir tanggal 20 Oktober 2009, bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan masa bakti kabinet. Sementara kedudukan Hendarman sekarang, tidak ada landasan hukumnya, karena dia tak pernah diangkat lagi oleh Presiden menjadi jaksa agung setelah jabatannya berakhir 20 Oktober 2009.

source : Yusril Ihza Mahendra.