Pemerkosaan dan penyebabnya

Tidak jarang kita temui berbagai pernyataan yang menyebabkan terjadinya pemerkosaan terhadap perempuan. Namun pernyataan yang mereka keluarkan justru lebih menyalahkan kepada kaum perempuan dengan berbagai sudut pandang yang aku kira cukup sempit.

Otak yang sempit hendaknya tidak berpandangan yg juga sempit. karena melihat perempuan pakai rok mini tidak otomatis membuat otak juga mini,heheheh. tetapi ada baiknya kita melihat tulisan dibawah ini yang saya kira cukup punya bobot dalam membahasnya. Trims n Silakan baca!





Penyebab Pemerkosaan Terhadap Wanita

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Saya baca komentar dari seorang ustadz, yang mengatakan penyebab dari pemerkosaan adalah pakaian wanita yang minim dan nafsu seks sebagian pria, yang tidak bisa dikendalikan setelah mereka melihat perempuan yang berpakaian minim itu.
Saya dulu punya teman kuliah di Australia yang menulis tesis tentang penyebab2 pemerkosaan, jadi saya sudah belajar banyak dari dia waktu itu, dan sudah baca lebih banyak lagi sejak itu. Oleh karena itu, saya berniat menulis artikel singkat ini untuk memberikan masukan kepada teman2 di Indonesia yang merasa si perempuan yang pasti salah kalau diperkosa, disebabkan dia berpakaian minim.
Pemikiran seperti itu terlalu sederhana, dan hanya kembali ke nafsu seks dan pakaian wanita sebagai penyebab dari pemerkosaan. Mungkin ini merupakan pendapat yang umum di Indonesia (dan mungkin juga diajarkan di pesantren atau masjid), tetapi ini merupakan pemikiran lama dari puluhan tahun yang lalu, yang sudah tidak didukung riset terbaru dari negara2 maju.

Pendapat bahwa penyebab pemerkosaan adalah pakaian wanita dan nafsu seks yang tinggi bagi si pria adalah terlalu sederhana, dan tidak berdasarakan riset yang sudah dilakukan selama puluhan tahun terhadap penyebab dari pemerkosaan. Kalau sebatas mengatakan “ada nafsu yang tinggi”, lalu ada kesempatan, maka seharusnya terjadi lebih banyak pemerkosaan di mana-mana, karena banyak sekali pria punya nafsu yang besar dan kesempatan sangat gampang dicari. Tapi banyak dari pria itu bisa dapat isteri (atau pasangan buat yang non-Muslim) yang memuaskan nafsu seks mereka, ada juga yang menikah lebih dari satu isteri, ada yang menggunakan pelacur, ada yang nonton film porno dan sering masturbasi, dan sebagainya. Jadi memiliki nafsu tinggi bukan semata-mata penyebab dari pemerkosaan. Tetapi bisa menjadi salah satu faktor saja.

Riset sudah menentukan 3 jenis pemerkosaan yang paling utama:
1. Anger Rape (pemerkosaan karena marah terhadap perempuan)
2. Power Rape (pemerkosaan karena ingin berkuasa terhadap perempuan)
3. Sadistic Rape (pemerkosaan yang menyiksa: penyiksaan membuat pria itu terangsang, jadi dengan memperkosa, tujuan sebenarnya ada menyiksa, dan penyiksaan memberikan mereka kepuasan seksual, yang tidak mereka dapatkan dari hubungan seks yang normal).

Di beberapa negara di Afrika, pemerkosaan sudah mulai dicatat sebagai “senjata perang” oleh PBB, dan ada juga gerakan untuk mencatat pemerkosaan secara massal di zona perang sebagai salah satu senjata perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Dengan dicap seperti itu, maka para komandan bisa ditangkap dan dibawa ke pengadilan internasional kalau bisa dibuktikan bahwa mereka memerintahkan pemerkosaan massal itu. Cara kejahatan itu dilakukan seperti ini: Pada saat suku A diserang oleh para prajurit dari suku B (atau negara B), maka prajurit-prajurit B akan diperintahkan untuk memperkosa semua perempuan dari suku A, sebagai hukuman terhadap mereka, untuk merusak keluarga mereka, dan mengganggu para suaminya. Anak perempuan di bawah umur juga diperkosa, mungkin balita juga, dan kadang semuanya dibunuh sekaligus. Kasus2 seperti ini sudah banyak terjadi di beberapa negara seperti di Afrika misalnya, dan baru belakangan ini ada gerakan internasional agar ini dihitung sebagai suatu kejahatan yang sengaja direncanakan dan diperintahkan, dan bukan disebabkan nafsu seks para prajurit saja.
Pemerkosaan juga digunakan di beberapa negara sebagai “hukuman”, misalnya di Bangladesh, Pakistan, Afghanistan, dan banyak negara yang lain. Seorang perempuan bisa dijatuhkan hukuman pemerkosaan massal oleh “pengadilan suku” di desanya. Yang mungkin terjadi, bukan si perempuan itu yang salah, tapi saudara lakinya. Tapi karena ada hukuman pemerkosaan yang mau dijatuhkan, maka si perempuan itu yang kena hukuman dan saudara laki-lakinya malah lolos atau hanya dipukuli saja. Dan kalau si perempuan lapor ke polisi bahwa dia telah diperkosa, dan sekaligus bisa menyebutkan nama2 pria yang memperkosanya (karena mereka adalah tetangganya), maka si perempuan itu malah bisa ditangkap dan dipenjarakan karena “telah mengaku berzina dengan pria”.
Si perempuan dalam konteks itu berasal dari suku rendah, dan para pria yang memperkosanya berasal dari suku yang lebih tinggi status sosialnya, jadi polisi tidak berani menangkapnya. Kasus seperti ini sering disebut “honor rape” dalam bahasa Inggris, yaitu pemerkosaan untuk menjaga harga diri dari suku tinggi kaum pria. Misalnya, mereka merasa nama baik suku tinggi mereka telah dicemarkan oleh suatu tindakan, misalnya dua orang yang pacaran padahal seharusnya dilarang karena mereka berasal dari suku yang berbeda, jadi kaum pria dari suku yang tinggi ingin menghukum suku rendah itu dan kembalikan nama baik suku mereka dengan cara memperkosa si wanita dari suku yang rendah. Dan hukuman itu malah bisa diperintahkan oleh “pengadilan desa” di suku tinggi tersebut. Kasus seperti ini ada banyak sekali dan kadang masuk ke berita internasional.
Ada satu kasus terkenal sekali seperti itu yang terjadi di Pakistan. Mukhtaran Mai diperkosa oleh 14 pria, setelah dijatuhkan hukuman oleh “pengadilan desa”. Adik laki-lakinya berumur 12 tahun diduga berpacaran dengan seorang wanita dari suku yang lebih tinggi. Jadi Mukhtaran Mai kena hukuman diperkosa ramai-ramai disebabkan adik laki-lakinya dianggap telah mencemarkan nama baik suku tinggi tersebut. Mukhtaran Mai berani melaporkan pemerkosaan itu ke polisi dan para pelakunya ditangkap (tetapi Mukhtaran Mai langsung diancam oleh banyak pihak). Setelah proses hukum, 13 pria yang memperkosanya dibebaskan oleh Mahkamah Agung di Pakistan, dengan hanya satu tetap dipenjarakan. (Ada link berita di bawah.)
Untuk pemerkosaan yang terjadi di kota besar (seperti Jakarta) maka mayoritas dari pemerkosaan yang terjadi adalah Anger Rape dan Power Rape. Penyebab bukan nafsu saja, atau pakaian si wanita, tetapi suatu kebencian terhadap perempuan, dan keinginan untuk berkuasa di atas mereka. Riset terhadap pemerkosa yang pernah ditangkap dan dipenjarakan justru membuktikan bahwa mereka sebenarnya lebih cenderung suka hubungan seks dengan pasangan yang saling sayangi. Jadi, kalau ada isteri, atau pacar, maka mereka lebih suka seks dengan pasangan itu. Tapi pada saat2 tertentu, dan dalam kondisi tertentu, kemarahan mereka muncul, dan mereka ingin membuktikan bahwa mereka bisa berkuasa di atas kaum perempuan. Mungkin bisa disebabkan karena mereka sedang ribut dengan pasangan yang sudah ada, atau bos perempuan yang dinilai jahat terhadap mereka. Jadi, karena merasa dihina atau dilecehkan, maka untuk merasa sebagai jantan lagi, perempuan yang lain akan diperkosa.
Banyak perempuan yang diperkosa di seluruh dunia justru diperkosa oleh orang yang mereka kenal (tetangga, saudara, kenalan dari bapak atau ibu, dsb.). Dan tidak bisa dikatakan bahwa semua orang itu “tidak ada jalur untuk lepaskan nafsunya”. Mungkin mereka sudah punya isteri atau pacar, atau terbiasa menggunakan pelacur. Tetapi dalam kondisi tertentu, mereka masih bisa memperkosa wanita lain juga. Untuk sebagian dari kasus itu, nafsu seks mungkin saja ada perannya, tetapi memiliki nafsu tidak berarti nafsu itu tidak bisa dikendalikan atau dilawan. Melakukan pemerkosaan merupakan suatu pilihan, dan rata2 landasan dari pemiilhan itu ada keinginan untuk merasa berkuasa di atas perempuan.
Ada riset yang menunjukkan bahwa sebagian dari pria (sekian persen) yang memperkosa wanita tidak mengalami klimaks pada saat melakukan hubungan seks. Jadi spermanya tidak keluar sama sekali. Mereka melakukan aksi hubungan seksual seperti biasa, tetapi karena itu bukan suatu tindakan yang dilandasi nafsu seks semata untuk mereka, maka mereka tidak mengalami klimaks. Mereka hanya ingin melihat perempuan itu berada di bawah kekuasaan mereka, menyerah dan tidak melawan. Bagi orang2 itu, pemerkosaan tidak terkait dengan nafsu seks antara pria dan wanita. Semua dilandasi keinginan untuk berkuasa dan bukan untuk lepaskan nafsu seksnya.
Di manca negara, ada banyak sekali perempuan yang diperkosa di dalam rumahnya sendiri, dalam kondisi semua pintu dan jendela dikunci. Jadi pria itu mencari cara untuk masuk ke dalam rumah, dan di situ si perempuan diperkosa. Artinya, kalau kita mengatakan perempuan yang salah karena berpakaian minim, maka pemerkosaan di dalam rumah tidak akan terjadi (karena dia tidak kelihatan dari jalan, jadi masuknya pria ke rumah itu tanpa melihat pakaian pasti disebabkan dia sudah berniat memperkosa tanpa peduli pada pakaian si perempuan).
Dan kalau perempuan diperkosa karena pakaian yang minim, maka itu berarti seharusnya tidak akan ada pemerkosaan di Arab Saudi atau negara Arab lain. Di sana semua wanita wajib menutup aurat dan banyak pria punya 4 isteri tanpa masalah (dan juga ada pelacur). Jadi, kalau hanya karena pakaian si perempuan, dan hanya karena nafsu pria yang tinggi, kenapa bisa terjadi banyak kasus pemerkosaan di negara2 Arab? Seharusnya tidak ada sama sekali.
Di negara seperti Saudi atau Pakistan, sangat sulit untuk dapat statistik tentang frekuensi pemerkosaan yang sebenarnya, karena di sana banyak kasus pemerkosaan justru tidak dilaporkan ke polisi. Kadang karena keluarga tidak mau malu di depan tetangganya, jadi lebih baik ditutupi. Kadang tidak dilaporkan karena mereka sudah tahu bahwa si perempuan itu malah akan disalahkan oleh polisi dan kejaksaan dan akan kena hukuman sendiri, tanpa ada usaha untuk mencari pria yang memperkosanya. Oleh karena itu, semua statistik yang ada dianggap kurang sah, karena diyakini hanya sekian persen dari apa yang sebenarnya terjadi di sana. (Dan mungkin juga seperti itu di Indonesia?)
Saya jadi ingat cerita dari teman yang berangkat untuk melakukan haji. Salah satu ibu dalam rombongan itu diperkosa, dan dibunuh di tengah malam. Di berita Indonesia, kasus itu tidak muncul sama sekali. (Mungkin sengaja ditutupi waktu itu karena pemerintah tidak mau jemaah haji takut berangkat ke sana.) Jadi yang tahu hanya keluarga dan teman di sini. Kalau berita dan statistik tidak ada, kita sulit membuktikan frekuensi pemerkosaan yang sebenarnya di sana, tetapi orang yang pernah tinggal di sana dan bergaul dengan orang sana bisa menjelaskan bahwa kasusnya cukup banyak, tetapi sulit untuk dapat data akurat yang bisa dikutip.
Kalau pakaian wanita dan nafsu tinggi adalah penyebabnya pemerkosaan, maka seharusnya tidak ada pemerkosaan di negara2 Arab, di mana semua wanita menutup aurat dan pria bisa punya 4 isteri tanpa masalah. Kalau pakaian dari wanita seksi adalah penyebabnya, maka tidak akan terjadi pemerkosaan terhadap ibu-ibu di atas umur 60 tahun, tetapi di manca negara ini menjadi kenyataan. Tidak akan ada pemerkosaan terhadap wanita kelas rendah di desa2 miskin di negara berkembang, di mana mereka mungkin tidak begitu cantik, kurang mandi, badan tidak terawat karena selalu kerja (tanpa ada biaya untuk kunjungi salon) dan sebagainya. Ternyata ada banyak sekali kasus.
Dan seharusnya tidak ada pemerkosaan di negara2 barat di mana perzinaan atau seks bebas dianggap boleh dan pelacuran juga diizinkan. Kalau di sana seorang pria melihat wanita seksi dan nafsunya bangkit, maka dia cukup mencari pacar atau pelacur untuk main seks. Berarti tidak akan ada kasus pemerkosaan karena nafsu seks bisa dilepaskan lewat jalur yang lain. Ternyata tidak begitu, dan di negara2 maju tingkat pemerkosaan juga tinggi. Jadi ini membuktikan bahwa hubungan antara pakaian wanita seksi dan pemerkosaan sangat kecil sekali, dan penyebab dari pemerkosaan bukan itu.
Sikap dan pendapat bahwa pakaian wanita menjadi penyebab utama dari pemerkosaan sudah tidak sesuai dengan data dan riset yang sudah dilakukan selama puluhan tahun oleh ilmuan di manca negara. Tetapi mungkin masih diajarkan seperti itu di Indonesia, karena tidak ada yang tertarik untuk baca riset tersebut (atau tanya kepada profesor di universitas). Cukup menyalahkan wanita saja, sekaligus menyalahkan nafsu pria yang “tidak bisa dikendalikan”, setelah melihat pakaian wanita tersebut.
Justru riset membuktikan bahwa mayoritas dari kasus pemerkosaan yang terjadi bukan disebabkan nafsu pria yang tinggi, dan bukan karena pakaian si wanita. Tetapi penyebab utama adalah karena pria tersebut memiliki rasa marah yang sangat besar terhadap perempuan, atau karena dia merasa harus membuktikan dirinya berkuasa, dan itu dilakukan dengan cara memperkosa seorang wanita yang tidak bersalah.
Sebagian dari studi juga menunjukkan bahwa lebih mungkin seorang perempuan tidak akan diperkosa kalau dia melawan sekuat mungkin pada awalnya. Banyak wanita yang pernah diperkosa mengatakan bahwa mereka tidak melawan karena takut dibunuh, jadi mereka rela diperkosa asal tidak dibunuh, dan setelah diperkosa tanpa melawan, mereka memang dilepaskan. Tetapi sebagian dari wanita yang tidak melawan itu tetap juga dibunuh. Ketahuan mereka tidak melawan karena tidak ada luka, memar, goresan, atau yang lain, yang akan menunjukkan bahwa mereka berusaha melawan si pria. Artinya, jenazah wanita dalam kondisi mulus, alias tidak berantem dengan pria yang menyerangnya.
Jadi, walaupun ada ancaman akan dibunuh kalau melawan, lebih baik bila si perempuan tetap saja melawan dengan sekuat mungkin karena lewat itu lebih besar kemungkinan bahwa dia tidak akan diperkosa dan si pria malah akan kabur. Perlu diingat bahwa tujuan utama si pria bukan untuk main seks. Pasti bisa dicari pelacur kalau dia hanya perlu itu. Tetapi dia ingin berkuasa terhadap si perempuan, dan oleh karena itu kalau si perempuan melawan maka tujuan pria itu tidak akan tercapai. Ada kemungkin dia akan kabur, tetapi juga mungkin dia akan menjadi lebih marah dan agresif lagi (dari sebelumnya). Tidak bisa dikatakan bahwa kalau si perempuan melawan, maka pasti akan dilepaskan. Selalu akan ada risiko kalau memilih untuk melawan si pemerkosa.
Sebaiknya semua anak perempuan dan wanita dewasa diwajibkan mengikuti kelas bela diri (dari jenis bela diri yang mana saja) karena kemampuan untuk memukul dan tendang dengan keras adalah salah satu hal yang sangat mungkin akan menyelamatkan mereka dari pemerkosaan di tempat mana saja.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf bila tidak berkenan.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
by Gene Netto